Tradisi Ruwat Bumi dan Khaul Mbah Kendagasari
di Desa Sumbaga,
Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal
A. Identitas
Kewilayahan
1. Letak
Geografis
Desa Sumbaga merupakan
wilayah yang berada di kecamatan Bumijawa, terletak dibagian selatan kabupaten
Tegal. Desa Sumbaga berada dilereng Gunung Slamet, jaraknya sekitar 12,5 KM. Desa
Sumbaga memiliki ketinggian ± 800 meter dpl, sehingga udara dikawasan ini
relatif dingin. Desa Sumbaga berbatasan dengan desa lain,
diantaranya:
-
Sebelah barat: Desa Carul dan Desa Traju
- Sebelah
Utara: Desa Sokasari dan Desa Sokatengah
- Sebelah
Timur: Desa Bumijawa
- Sebelah
Selatan: Desa Bumijawa
2.
Posisi Topografi
Desa Sumbaga merupakan
wilayah pegunungan yang kondisi jalannya naik-turun. Karena banyak
jalan yang melintasi perbukitan. Terdapat sungai besar yang melintasi ini,
yaitu Sungai Biombong. Jika musim hujan, sungai ini akan meluap membanjiri
sawah. Di Desa Sumbaga banyak terdapat mata air (tuk) yang airnya digunakan
untuk keperluan warga Desa Sumbaga, seperti mandi, mencuci dan mengairi sawah.
3.
Keadaan Demografi
Mata pencaharian
masyarakat Desa Sumbaga sebagian besar adalah petani yang
mengolah sawah milik orang lain. Selain itu, banyak pemuda yang merantau untuk
berdagang. Di Desa Sumbaga juga terdapat industri rumahan seperti pembuatan
tempe, pembuatan batako, pandai besi (pembuatan alat-alat pertanian) dan
lain-lain. Ada pula yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
jumlahnya sedikit.
B.
Alur jalannya Tradisi Ruwat Bumi dan Khaul Mbah Kendagasari di
Desa Sumbaga
1.
Asal-usul Tradisi
Ruwat
artinya rawat, yaitu bentuk tradisi untuk merawat bumi, karena hubungan manusia
bukan hanya dengan Tuhan dan sesama manusia, tetapi juga dengan bumi atau alam. Tradisi
ruwat bumi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang
diperoleh.
Tradisi ini dilaksanakan pada
malam Jum’at Kliwon di bulan sura. Selain untuk meruwat desa, tradisi
ini juga bermaksud untuk mengenang jasa Mbah Kendagasari yang merupakan
tokoh penyebar agama Islam di Desa Sumbaga. Pada saat itu Desa
Sumbaga sedang dilanda bencana tanah longsor dan paceklik, ditandai dengan
gagal panen. Mbah Kendagasari selaku sesepuh desa mengajak masyarakat Desa
Sumbaga untuk berdoa kepada Allah SWT, dengan menyembelih kambing kemudian
mengubur kepala kambing di perempatan Desa sumbaga dan menyajikan hasil bumi
seperti sayur mayur dan pala pendem. Pada saat itu kondisi masyarakat Desa
Sumbaga mulai membaik. Untuk menjaga Desa Sumbaga agar terhindar dari bencana,
Mbah Kendagasari berpesan agar ritual ini setiap tahun di bulan sura diadakan
ruwat bumi.
2. Prosesi Jalannya Tradisi
Tradisi Ruwat Bumi dilaksanakan pada
siang hari (kamis wage) dengan melakukan ritual pemotongan kambing
yang kemudian kepala kambing tersebut dikubur di perempatan Desa Sumbaga
tepatnya di dukuh Gegunung. Di dekat peremapatan ini terdapat sebuah candi dan
makam Mbah Kendagasari.
Malam harinya, yaitu
malam Jum’at kliwon semua warga Desa sumbaga berkumpul di perempatan tepatnya
ba’da Isya. Mereka membawa ayam bekakak dan nasi tumpeng kuning
beserta lauknya, daging kambing yang sudah dimasak, urap dan telor. Setelah
semua warga berkumpul, acara dimulai dengan tasyakuran tahlilan yang
dikhususkan untuk Mbah Kendagasari dengan dipimpin oleh salah seorang kiyai.
Dilanjutkan dengan manaqib dan diakhiri dengan do’a selamat sampai pukul 10
malam. Warga berharap agar dilimpahi berkah, rahmat dan keselamatan oleh Allah
SWT. Setelah itu dilanjutkan dengan makan tumpeng bersama yang sudah dibawa.
3.
Pelaku Tradisi Ruwat Bumi
Tradisi Ruwat Bumi dilaksanakan
atas instruksi oleh kepala desa, yang kemudian diadakan perkumpulan warga Desa
Sumbaga di setiap RT. Kemudian disampaikan kepada seluruh masyarakat
Desa Sumbaga. Ada juga pemuka agama Desa Sumbaga yang ikut serta
dalam tradisi ini. Merekalah yang akan memimpin do’a saat pemotongan
kambing, tahlil dan manaqib pada malam jum’at kliwon.
4.
Uba Rampe Tradisi Ruwat Bumi
a.
Kopi pahit dan manis, serta teh pahit dan manis
Merupakan
simbol kerukunan dan persaudaraan karena minuman ini biasanya disajikan
pada saat pertemuan, acara sosial
atau perkumpulan.
b.
Kembang telon (mawar, melati dan kenanga)
Maknanya
diharapkan setiap warga mampu menjaga keharuman tindakan, bagaikan kembang
telon yang baunya selalu harum. Serta diharapkan masyarakat Desa Sumbaga
namanya dapat harum sepanjang waktu dan terjaga dari hal-hal yang tidak
diinginkan.
c.
Kembang boreh (kanthil, melati dan mawar
putih)
Maknanya
agar segala sesuatu selalu dalam tindak tanduk, perilaku suci murni. Karena
putih disini melambangkan kesucian dan ketulusan hati.
d.
Juadah pasar atau jajanan pasar (bongko, kipas sagu, serabi, klepon, bikang,
kue pasung, dan kembang goyang).
Maknanya
bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup
dari lingkungan kita saja, tetapi memerlukan interaksi dengan pihak dari luar
lingkungan mereka dari hasil pertanian sehingga akan terjaga keselarasan dan
keseimbangan hidup dalam lingkungannya.
e.
Pisang tujuh rupa (pisang ambon, pisang raja, pisang emas, pisang semut, pisang
ampyang, pisang greas dan pisang kluthuk).
Maknanya
yaitu tujuh macam berarti jumlah hari dalam hitungan satu minggu dan buahnya
harus tumbuh di atas permukaan tanah bermakna rezeki yang melimpah.
·f.
Pala pendem (ubi jalar, ubi kayu, talas, ganyong, angkrik, bengkoang, gembili,
bentul dan sluweg).
Mempunyai
makna andhap asor, diharapkan agar setiap orang tidak mempunyai watak sombong.
g.
Tumpeng
Melambangkan
kesempurnaan. Bentuk nasi tumpeng ini mengandung harapan agar kehidupan
masyarakat Desa Sumbaga semakin naik dan beroleh kesejahteraan yang
tinggi.
h.
Urap
Melambangkan
kesejahteraan hubungan manusia dengan alam.
·i.
Ayam bekakak
Melambangkan
cinta kasih dan pengorbanan selama kita hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar